Senin, 27 Oktober 2014

Eartquake Precursors

01 evison.pdf

Earthquake prediction - Wikipedia, the free encyclopedia

Earthquake prediction - Wikipedia, the free encyclopedia

The Ionosphere and Radiowave Propagation :: Radio-Electronics.Com

The Ionosphere and Radiowave Propagation :: Radio-Electronics.Com

The Importance of Ionosphere in Radio Communication

The Fountain Magazine - Issue - The Importance of Ionosphere in Radio Communication

Expert System for Sattelite Image Interpretation

518_XXVII-part4.pdf

Expert System in Science

V090N5_171.pdf;jsessionid=8462EFB8603C3241021C0054F718E1AE

Medical Expert Systems—Knowledge Tools for Physicians

Medical Expert Systems—Knowledge Tools for Physicians

Jumat, 03 Oktober 2014

Integrating AHP and datamining for product recommendation based on customer lifetime value 2011 --2012

IntegratingAHPanddataminingforproductrecommendationbasedoncustomerlifetimevalue20112012 < MethodEngineering < UUCS

MODEL SINTESIS FUZZY CLUSTERING DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN DI WILAYAH INDONESIA BERBASIS DATA TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM), AKTIVITAS MATAHARI DAN INTENSITAS SINAR KOSMIK



EXTENDED ABSTRAK

MODEL SINTESIS FUZZY CLUSTERING DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN DI WILAYAH INDONESIA BERBASIS DATA TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM), AKTIVITAS MATAHARI DAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

Jalu Tejo Nugroho
NIM : 32408301
Promotor Prof. Dr. Safwan Hadi
 Co-Promotor : Prof. Dr. Bayong Tjasyono 
 Co-Promotor : Prof. Dr. The Houw Liong

Pada penelitian ini telah dilakukan peningkatan akurasi prediksi curah hujan di wilayah Indonesia berbasis data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) menggunakan metode jaringan syaraf tiruan (JST), dengan melibatkan faktor-faktor kosmogenik yang secara empirik telah diketahui mempengaruhi curah hujan di permukaan bumi sebagai masukan (input) simulasi jaringan. Faktor kosmogenik tersebut adalah aktivitas matahari, sinar kosmik galaksi, dan aktivitas geomagnet.

Energi radiasi dari flare (ledakan di matahari) menyebabkan pemanasan di permukaan bumi sehingga meningkatkan penguapan yang dapat mempengaruhi sifat keawanan serta curah hujan. Di sisi lain, penambahan partikel energetik berupa proton pada saat kejadian CME (Coronal Mass Ejection) mempengaruhi sifat kelistrikan global di atmosfer, dimana pada lapisan troposfer dapat berperan dalam pembentukan inti kondensasi awan dan pada akhirnya mempengaruhi sifat awan serta variabilitas curah hujan di permukaan. Aktivitas matahari tersebut dikarakterisasi oleh bilangan bintik matahari (sunspot). Sinar kosmik galaksi, seperti halnya CME, mempengaruhi sifat kelistrikan di atmosfer global. Aktivitas geomagnet, yang pada lintang rendah dinyatakan oleh indeks Dst, dipengaruhi oleh kejadian flare, dapat berdampak pada bumi dalam hitungan hari.

Siklus aktivitas matahari mempunyai periode sekitar sembilan sampai dengan 13 tahun sehingga untuk mengidentifikasinya diperlukan data minimal satu siklus matahari. Data Outgoing Longwave Radiation (OLR) yang digunakan pada penelitian mempunyai rentang dari bulan Juni 1974 sampai dengan bulan November 2010 sehingga dapat digunakan untuk keperluan identifikasi. Pengaruh aktivitas matahari pada curah hujan ditandai dengan munculnya periode sekitar sembilan sampai dengan 13 tahun pada data OLR yang dianalisis. Periode aktivitas matahari, muncul tidak di semua deret waktu yang dianalisis tapi tergantung di antaranya oleh musim dan lokasi.

Diketahui pula bahwa melalui metode analisis spektral tersebut, wilayah yang sebelumnya dikelompokkan menggunakan metode pengklasteran lebih baik dalam identifikasi sinyal aktivitas matahari dibandingkan dengan pengelompokkan wilayah yang terbatas pada posisi geografis. Dengan pengklasteran, sinyal aktivitas matahari akan saling menguatkan sehingga tampak muncul lebih kuat dalam spektral wavelet. Gambar 1 menampilkan hasil pengklasteran wilayah Indonesia berbasis data OLR yang diperoleh dari perata-rataan tahun 1996 sampai dengan 2000 menggunakan metode Fuzzy c-means (FCM). Gambar 2 merupakan perbandingan hasil analisis spektral data OLR untuk wilayah yang telah dikelompokkan sebelumnya menggunakan metode pengklasteran dengan wilayah yang dikelompokkan pada area terbatas berdasarkan posisi lintang dan bujurnya.



Untuk tahap selanjutnya digunakan data curah hujan berbasis TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) tahun 1998 hingga 2010 karena memiliki resolusi spasial lebih tinggi, sehingga dapat menjelaskan variabilitas curah hujan dengan lebih detail dan akurat. Peningkatan akurasi prediksi curah hujan direpresentasikan dengan peningkatan nilai koefisien kolerasi statistik (R) data latih dan data uji hasil simulasi JST dibandingkan dengan data pengamatan di stasiun pengukur hujan. Prediksi yang dilakukan adalah prediksi bulanan (long range weather forecasting), mulai dari tiga bulan sampai dengan enam bulan ke depan. Area klaster yang telah dianalisis sampai saat ini adalah wilayah Jakarta (6,16oLS-106,8oBT) dan Pontianak (0,15oLS-109,4oBT).  





Dari simulasi JST dua masukan (TRMM+CR, TRMM+CR, serta TRMM+DST) diperoleh peningkatan nilai R baik untuk data latih maupun data uji di wilayah Jakarta dan Pontianak dibandingkan dengan simulasi JST dengan satu masukan, yaitu data TRMM saja. Pada proses simulasi ini yang menjadi data target adalah data dari stasiun penakar hujan di wilayah tersebut. Di wilayah Jakarta akurasi yang diperoleh pada rentang 80% sampai dengan 83% dibandingkan terhadap data data stasiun pengukur hujan. Peningkatan akurasi R setelah penambahan masukan faktor kosmogenik pada saat simulasi JST dalam rentang 1,26% sampai dengan 5,06%. Kontribusi faktor kosmogenik pada curah hujan di wilayah Jakarta mencapai 5,06%. Gambar 4 menampilkan plot hasil simulasi JST dua masukan (TRMM dan CR) dibandingkan data target.



Di wilayah Pontianak, akurasi yang diperoleh pada rentang 70% sampai dengan 81% dibandingkan terhadap data data stasiun pengukur hujan. Peningkatan akurasi R setelah penambahan masukan faktor kosmogenik pada saaat simulasi JST dalam mencapai 9,5%. Kontribusi faktor kosmogenik pada curah hujan di wilayah Jakarta mencapai 9,5%. Gambar 5 menampilkan plot hasil simulasi JST dua masukan (TRMM dan CR) wilayah Pontianak dibandingkan data target.




  
Tabel 1 meringkas akurasi prediksi curah hujan data uji yang diperoleh dengan penambahan masukan simulasi JST untuk wilayah Jakarta dan Pontianak terhadap nilai yang diperoleh pada stasiun pengukur hujan. Nilai pada tanda kurung ( ) menyatakan peningkatan akurasi yang dicapainya.

Tabel 1 Akurasi prediksi curah hujan data uji dan besar peningkatan akurasi yang diperoleh dari hasil simulai JST untuk wilayah Jakarta dan Pontianak.


R (%)

TRMM + CR
TRMM + DST
TRMM + SSN
Wilayah Jakarta
83  (5,06)
80 (1,26)
81  (2,53)
Wilayah Pontianak
70 (0)
81 (9,4)
80 (9,5)